Why I call her “My Best of Best Friends”?
may be one of many reasons is she is the longest...
Kami sudah berteman sejak duduk di Taman
Kanak-Kanak. Sejak masih digandeng orang tua, masih ditungguin saat sekolah, masih
suka nangis, ingusan, dan suka berantem. Kami berteman tepatnya hanya teman
sekelas.
Menginjak Sekolah Dasar (SD) entah
bagaimana ceritanya, kami menjadi dekat. Kemana-mana selalu bersama, bermain,
beli jajan, belajar, bahkan saat pulang sekolah pun kami masih bermain bersama
dan kadang mengerjakan PR bersama.
Sebenarnya saat SD banyak sekali teman,
hampir satu kelas kita tau karakter masing-masing, bagaimana tidak, 6 tahun
bersama pastilah semua sudah hafal sikap dan sifat teman-teman. Tapi yang
namanya anak-anak, rasa nyaman tidak bisa dipaksa dan dibuat-buat. Semuanya mengalir
begitu saja.
Saat SMP kami pun masih di sekolah yang
sama. Meskipun tidak satu kelas, tapi kami selalu berangkat dan pulang bareng,
naik sepeda beramai-ramai, bersama teman yang lain.
Saat SMA kami mulai beda sekolah. Saya di
SMA dan dia di SMK. Meskipun begitu, kami masih punya waktu untuk bertemu,
meskipun tidak sesering dulu, paling tidak sabtu malam minggu kami bertemu di
kegiatan diba’an. Pada waktu liburan,
kami juga sering berkumpul dan bercengkerama bersama.
Cukuplah cerita umum mengenai saya dan
sahabat saya ini. Sekarang saya ingin membahas lebih detail tentang dia dan “kecantikannya”.
Namanya Siti Fatimah. Biasa dipanggil Siti,
tapi di facebook yang saya buatkan untuknya, saya menambahkan nama panggilan
“Imah” di sela-sela namanya. Hehee
Saya memanggilnya Siti, dan dia memanggil
saya Mbak Indah. Emmm tak tahu dari mana ceritanya dia memanggil saya dengan
sebutan Mbak, padahal kalau dilihat dari tanggal lahir, seharusnya saya yang
memanggil Mbak Siti.
Dia adalah anak ke-6 dari 6 bersaudara. Iya
benar, dia adalah anak bungsu dari keempat kakak perempuan dan satu kakak
lelakinya. Setelah lulus dari SMK dia langsung mencari pekerjaan. Saya ingat
waktu itu sempat protes pada diri sendiri, kenapa sahabat saya ini tidak
melanjutkan kuliah seperti saya, kenapa saya tidak memiliki uang yang banyak
sehingga bisa membantunya kuliah. Pikiran saya ini muncul berkali-kali dan
sempat saya utarakan kepadanya, tetapi apa reaksinya? Dia hanya tersenyum manis
melihatkan lesung pipinya, dan dengan nada suaranya yang lembut nan bijaksana
mengeluarkan kata-kata yang bijaksana pula. Sungguh hal ini menambah
kesalutanku padanya.
-flash
back-
Pertama kali saya menyadari bahwa dia
adalah sahabat yang menyayangi saya adalah, pada saat SMP kami terbiasa
berangkat dan pulang ramai-ramai dengan teman yang lain. Sudah biasa bagi anak
seumuran itu untuk sesekali saling mengejek dan mengolok-olok meskipun niatnya
hanya bercanda. Namun saya dari kecil atau lebih tepatnya di keluarga saya
tidak terbiasa diperlakukan seperti itu, hingga pada suatu waktu ada teman saya
yang mengejek saya (lebih tepatnya saya lupa bagaimana dan karena apa),
sebenarnya saya tidak marah tapi sakit hati iya, yang lebih bikin sakit hati
adalah teman-teman saya yang lain malah beramai-ramai ikut menertawakan saya,
kecuali satu orang. Iya kecuali Siti. Dia malah membelaku. Deg...saat itu juga
saya lupa dengan sakit hati yang sedang saya rasakan, malah berubah menjadi
rasa salut dan haru... I know, she is my best friend.
Di desa kami terdapat sebuah TPQ (Taman
Pendidikan Qur’an) yang berdiri sejak saya masih SD. Yang menjadi guru adalah
Misradi tetangga kami, kami biasa memanggilnya Gok Mis. Umurnya sekitar 20.an
waktu itu. Di TPQ ini kami belajar mulai dari berwudhu, membaca huruf
hijaiyyah, menghafal, hingga menuliskannya. Kami juga belajar tata cara sholat,
bacaan sholat, macam-macam sholat, belajar tajwid, dan semua yang berhubungan
dengan kewajiban sebagai umat Islam. Hal yang menjadi favorit saya adalah hari
sabtu, kenapa? Karena setiap hari sabtu kami tidak belajar mengaji, tapi hanya
duduk manis sambil mendengarkan cerita kisah-kisah para Nabi. Dari TPQ inilah
saya mulai belajar banyak tentang Islam, dan tanpa sadar dari sinilah tempat
saya membekali diri untuk menghadapi masa depan. Kami tidak dipungut biaya
apapun untuk belajar di sini. Dahulu saya tidak terlalu memperdulikan masalah
biaya, jika disuruh membayar maka saya hanya akan meminta ke orang tua dan
membayarkannya. Namun hal itu tak pernah terjadi. Baru pada saat mulai
menginjak remaja baru memikirkan, sungguh mulia Gok Mis ini, mengajar dengan
ikhlas, tulus, dan sabar.
Oke kenapa jadi ngomongin TPQ? Hubungannya apa
sih. Hehee.
Kembali lagi ke Siti. Saya pergi ke Malang
untuk kuliah. Dia sudah mendapatkan pekerjaan di suatu pabrik. Di tengah
kesibukannya dia masih memiliki waktu untuk mengajar ngaji di desa kala sore
untuk membantu Gok Mis.
Yah, semenjak saya kuliah saya sudah tidak
pernah lagi ikut acara diba’an yang
dulunya sudah menjadi semacam ritual malam minggu bagi saya. Apabila malam
minggu saya pulang, saya masih sering mendengar alunan suara Siti menyanyikan
ayat suci (diba’an) di speaker. Dan saya
hanya duduk manis di rumah.
Dia masih seperti biasanya, rajin mengaji
dan mengajar.
Saat malam takbir, dia selalu mengirim
pesan ke saya sekedar menanyakan, apakah saya ikut?, biasanya kalau pingin ikut
tapi agak malas, saya meminta dia menjemput saya, padahal untuk menuju rumah
saya, dia harus melewati masjid tempat berkumpulnya start takbiran. Hehee tapi memang dari dulu saya lumayan sering
memintanya menjemput saya. Dan tak lama kemudian pasti dia sudah berada di
depan rumah saya.
Saat kami ulang tahun, kami juga masih
bertukar kado, katakanlah ini kekanak-kanakan, tapi kami masih menyukai tradisi
ini, meskipun tidak tepat di hari H ulang tahun, tapi kami selalu menyempatkan
diri untuk bersilaturahmi dan bermain untuk merayakannya di hari yang lain.
Ya Allah semoga kami bisa menjaga persahabatan
ini sampai nanti, Jagalah Kami dan Lindungilah Kami Ya Rabb... Amin
Persahabatan
yang tak kenal waktu
Persahabatan
yang tak mengukur jarak
Persahabatan
yang tak peduli umur
Note:
Diba’an adalah tradisi membaca atau
melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat NU.
Pembacaaan shalawat dilakukan bersama secara bergantian. (sumber: http://www.nu.or.id tahun 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar