Tulisan ini membahas tentang bagaimana faktor sebagai “remaja” siswa SMK dapat berdampak
pada kegiatan belajarnya khususnya dalam mengikuti proses pembelajaran praktikum
di sekolah. Sebagai contoh saja, praktikum yang dilakukan siswa adalah membuat halaman web sederhana. Dampak yang muncul dapat dilihat dari 2 segi, yaitu segi keuntungan
dan segi kerugian. Berikut akan dijelaskan tentang keuntungan dan kerugiannya:
Keuntungan
1. Kemampuan
intelektual sampai pada tingkat operasi formal
Anak
bisa membaca manual book (dengan membaca petunjuk, anak bisa melakukan). Dalam
kegiatan pembelajaran ketika praktikum, siswa diberi panduan misalnya berupa
modul praktikum, sehingga siswa dapat melakukan apa yang tercantum dalam modul
tanpa harus dibimbing secara menyeluruh oleh guru.
2. Mampu
memikirkan masa depan dan perencanaan untuk mencapainya
Remaja
sudah memiliki gambaran tentang target pencapaian atas dirinya, apa yang harus
dia lakukan agar masa depannya lebih baik dan target yang sudah direncanakan
dapat tercapai dalam kegiatan belajar,
siswa mampu merencanakan seperti apa halaman web yang akan dibuat, serta
memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa membuat web sesuai dengan
perencanaannya tersebut.
3. Dipengaruhi
oleh kelompok teman usia sebaya (peer group)
Jika
seorang anak remaja dapat diterima dengan baik dalam kelompok maka akan
terjadi: Perasaan senang dan aman; Remaja akan mengembangkan konsep diri
menyenangkan karena orang lain mengakui mereka; Memiliki kesempatan untuk
mempelajari berbagai pola perilaku yang diterima secara sosial dan keterampilan social yang
membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
Dalam hal positif, ini
akan membuat siswa lebih berkembang, dia akan lebih bersemangat untuk belajar
dan mengembangkan pengetahuan. Terkadang materi yang disampaikan oleh guru
kurang dapat dimengerti oleh siswa, tetapi dengan belajar dengan penjelasan
teman, dia akan lebih mengerti.
4. Berfungsinya
kegiatan kognitif tingkat tinggi
Siswa
dapat membuat rencana, strategi, membuat keputusan serta memecahkan masalah.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk mampu mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, menggali informasi dari berbagai sumber dan mampu
memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan penerapan
pembelajaran berbasis masalah.
5.
Rasa ingin tahu
Siswa memiliki sikap
ingin tahu akan hal-hal baru yang belum pernah mereka ketahui. Sikap ini muncul
seiring cara berpikir kritis yang mereka miliki. Sehingga siswa lebih banyak
mencari informasi untuk menambah pengetahuannya. Hal ini berguna ketika siswa
mendapatkan materi praktikum, mereka dapat mengeksplor kemampuan dan
keterampilannya menggunakan peralatan praktikum yang dihubungkan dengan
informasi yang didapat untuk menemukan jawaban dari rasa keingintahuannya.
Kerugian
Peran sebagai remaja dalam mengikuti
proses pembelajaran khususnya pembelajaran praktikum yang memerlukan
keterampilan psikomotorik siswa, terkadang memiliki beberapa kerugian,
diantaranya:
1. Penolakan
terhadap tokoh otoriter
Remaja
merasa senang apabila dirinya dianggap dewasa. Mereka sudah mulai berpikir
kritis dan ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dampak negatifnya
adalah apabila mereka berhadapan dengan guru yang cenderung bersikap otoriter
tanpa memperhatikan keinginan dan saran dari siswa, maka secara otomatis mereka
akan membenci guru tersebut dan mempengaruhi siswa lain agar sependapat. Pada
akhirnya seluruh kelas cenderung tidak memperhatikan apa yang diinstruksikan
oleh guru dan menggunakan peralatan praktikum sesuka hati.
2. Ketidakstabilan
emosi
Emosi
merupakan gejala perasaan yang disertai dengan perubahan atau perilaku fisik.
Ketidakstabilan emosi yang sering dialami remaja yang memiliki kecenderungan ke
arah yang merugikan siswa sendiri antara lain: marah, takut, malu, cemas, iri
hati. Marah dapat terjadi akibat keinginannya terhalang atau keinginan yang
lebih besar untuk mendapat kebebasan. Cara menyatakan rasa marah berbeda untuk
masing-masing individu, diantaranya: diam tidak mau berbicara, cemberut,
menentang, memukul, dan sebagainya. Rasa takut dapat muncul disebabkan oleh
hal-hal yang timbul dalam fantasinya sendiri daripada oleh hal-hal nyata. Cara
menyatakan rasa takut antara lain gemetar, menundukkan kepala, menangis, dan sebagainya.
Rasa malu dapat muncul sebagai akibat dari rasa tidak percaya diri. Cara
menyatakan rasa malu diantaranya: menarik-narik pakaian, menggigit bibir,
menutup wajah, dan sebagainya. Rasa cemas merupakan rasa takut akan hal-hal
yang tidak benar adanya, hanya dalam bayangan saja. Hal yang dapat menimbulkan
rasa cemas antara lain: gagal dalam suatu tes, datang terlambat, tidak naik
kelas, penyesuaian dengan kehendak orang tua, dan sebagainya. Rasa iri hati
dapat muncul dari diri siwa akibat dari perlakuan guru yang tidak adil. Guru
cenderung memperhatikan siswa yang pandai saja, sehingga siswa tersebut akan
mencari cara agar mendapat perhatian guru, misalnya dengan membuat kegaduhan di
kelas.
3. Kehilangan
kepercayaan diri
Rasa
tidak percaya diri merupakan rasa tidak percaya atau tidak yakin terhadap
kemampuan dirinya. Faktor yang menyebabkannya ada dua, yaitu dari dalam diri
siswa dan dari lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa sendiri misalnya dapat
disebabkan oleh ketidaklancaran siswa dalam berkomunikasi. Apabila siswa sudah
melakukan suatu praktikum di kelas, namun pada tahap mempresentasikan hasil
kerjanya, mereka merasa malu untuk memperlihatkan kepada semua temannya apalagi
untuk memberikan penjelasan. Faktor dari lingkungan misalnya saat siswa bersemangat
untuk mengajukan suatu pertanyaan, menjawab, memberikan tanggapan, maupun
menyampaikan ide akan tetapi guru tidak menghargai apa yang telah disampaikan
siswa, terkadang malah menyalahkan atau tidak memberikan komentar apa-apa,
sehingga dari situ siswa merasa kehilangan kepercayaan dirinya karena takut
salah dan dicuekin.
4. Adanya
perasaan kosong
Remaja
merupakan masa ketidakstabilan emosi. Pada saat mengalami suatu masalah, mereka
cenderung memikirkannya terlalu dalam hingga stres, namun ada pula yang
sebaliknya yaitu terlalu cuek dan tidak mau tahu lagi tentang masalah tersebut.
Siswa yang terlalu memikirkan masalahnya akan membawanya pula ke lingkungan
sekolah, ciri-cirinya adalah siswa sering melamun di kelas dan tidak fokus
dalam menerima pelajaran.
5. Kecenderungan
membentuk kelompok dan membela kelompoknya
Masa remaja merupakan
masa pencarian jati diri. Mereka cenderung untuk mencari teman yang sepaham
maupun senasib dengan dirinya untuk mendapatkan rasa nyaman, kebersamaan, dan
saling melindungi. Sebagai contoh saat ada anggota kelompok siswa yang
diperlakukan tidak adil oleh seseorang, maka teman-teman siswa tersebut akan
membelanya, malah ada yang sampai membalas perlakuan tidak adil tersebut.
6. Merasa
berkuasa
Sikap
merasa berkuasa pada akhirnya dapat menimbulkan sikap merendahkan orang lain.
Hal ini dapat dilihat dari kegiatan belajar siswa yang mengharuskan mereka
bekerja secara kelompok. Siswa yang pandai cenderung tidak percaya dengan hasil
pekerjaan siswa lain yang dianggap kurang pandai, sehingga siswa pandai
tersebut lebih memilih untuk mengerjakan ulang semua tugas.
Dari
penjabaran tentang karakteristik remaja dilihat dari keuntungan dan kerugian
masa remaja dalam pendidikan, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa masa
remaja identik dengan masa pencarian jati diri yang ditandai dengan banyaknya
hal yang bergejolak dalam diri mereka. Hal ini tercermin dari sikap mereka yang
kurang bisa mengendalikan emosi, cenderung menentang, cenderung berkelompok.
Akan tetapi di lain sisi, kemampuan kogntif siswa telah mengalami perkembangan
sehingga mereka dapat membedakan hal positif dan negatif yang dapat
mempengaruhi masa depannya. Selain itu, sikap selalu ingin tahu menjadikan
mereka bersemangat untuk mengeksplor kemampuan dan keterampilannya melalui
kegiatan praktikum di sekolah.
Penulis: Indah Tri Utami dan Fitri Kurmawati
29 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar